Persidangan kasus penistaan agama oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara dengan terdakwa tunggal Basuki Tjahaja Purnama yang akrab disapa Ahok, sudah memasuki persidangan ketujuh.
Namun demikian Jaksa Penuntut Umum masih belum bisa menghadirkan saksi-saksi fakta yang memenuhi syarat KUHAP terlebih-lebih saksi yang khusus memiliki pengetahuan tentang isi dari pokok dakwaan Jaksa, baik karena mendengar dan melihat sendiri maupun yang merasakan dan atau mengalami langsung peristiwa pidana yang didakwakan kepada Ahok.
baca juga:
Melihat irama percepatan proses penyelidikan dan penyidikan hingga Berkas Acara Pemeriksaan/BAP dilimpahkan ke Penuntutan Pengadilan hanya dalam hitungan waktu yang terlalu singkat.
Bahkan sangat tidak lazim untuk ukuran sebuah perkara yang menghebohkan karena menarik perhatian publik, apa lagi menghadapkan Ahok sebagai tersangka kemudian menjadi terdakwa.
Maka kita dapat melihat bagaimana hak-hak hukum Ahok untuk mendapatkan keadilan selama proses penyelidikan dan penyidikan terlalu banyak dinegasikan.
Terutama hak untuk mengajukan saksi yang menguntungkan ketika tahapan pemeriksaan dari penyelidikan diikuti dengan ditingkatkan tahapan pemeriksaan ke penyidikan disertai dengan ditetapkan statusnya sebagai tersangka.
Ini sebuah tahapan yang sudah dilangkahi oleh Penyelidik dan Penyidik.
Padahal pemberian status tersangka menurut KUHAP, baru akan diberikan setelah dilakukan penyidikan, sehingga upaya untuk mencari serta memgumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan siapa tersangkanya, tidak pernah dilakukan
Juga ketika beberapa saksi dan/atau ahli yang hendak diajukan untuk didengar guna memenuhi hak tersangka sesuai KUHAP telah dilewatkan begitu saja tanpa Basuki Tjahja Purnama dan Tim Penasehat Hukum berdaya untuk memenuhinya.
Berbagai hambatan juga muncul atau direkayasa sekedar untuk menghalang-halangi termasuk desakan aksi massa yang terus menekan Polri dan Kejaksaan agar segera membawa tersangka ke persidangan tanpa ada yang bisa mencegah sehingga tidak memberikan ruang dan waktu yang cukup.
Bukan saja bagi Ahok sebagai tersangka akan tetapi juga bagi Penyelidik atau Penyidik dan Jaksa untuk menyiapkan BAP secara memadai sesuai dengan KUHAP, akan berimplikasi kepada kebasahan proses dan hasil akhir dari persidangan perkara ini.
Banyak hal yang menyimpang telah terjadi dan dibiarkan berjalan, sekalipun sangat merugikan hak-hak tersangka dan hak publik untuk mendapatkan pendidikan hukum dalam sebuah proses hukum yang menarik perhatian publik secara luas.
Yang mengherankan adalah proses yang terjadi serba instan di Kepolisian dan Kejaksaan ketika status Ahok yang dulu masih sebagai Tersangka kini berubah total menjadi lamban, mengulur-ulur-ulur waktu atau waktu tersedia justru tidak diisi dengan pemeriksaan untuk mendengarkan saksi-saksi yang tidak memiliki kualifikasi saksi fakta menurut KUHAP.
Ini jelas sebuah by desain yang dilakukan untuk merugikan Ahok, Pilkada dan Demokrasi.
Kejanggalan lain dalam kasus ini adalah diakomodirnya permintaan Rizieq Shihab untuk diperiksa sebagai ahli agama.
Sementara Penyelidik dan Penyidik seharusnya tahu bahwa dengan kedudukan Rizieq Shihab sebagai pimpinan FPI sebagai Pelapor atau yang berkali-kali telah memgeluarkan statement bahwa Ahok telah menista agama Islam, mestinya dengan sikap Rizieq yang demikian, Penyelidik dan Penyidik bahkan kelak Majelis Hakim sama sekali tidak boleh mendengar keterangan Rizieq dalam kapasitas apapun.
Berdasarkan indikator-indikator dimana banyak hal substansial baik persoalan prosedural maupun esensi dari tujuan Hukum Acara Pidana yang mengatur tata cara mempertahankan Hukum Pidana Materil, yang selalu saling kait mengkait dan berimplikasi kepada keabsahan secara hukum setiap tindakan atau produk yang dihasilkan, maka dapat disimpulkan sementara bahwa hingga tujuh kali sidang dengan pemeriksaan enam orang saksi, Jaksa Penuntut Umum masih belum berhasil membuktikan Surat Dakwaannya, baik dakwaan primair maupun subsidiair.
Berbagai kelemahan dan kekurangan yang nampak membuktikan bahwa segala kekurangan dan ketimpangan yang ada adalah buah dari desakan aksi massa, buah dari tekanan massa yang sama sekali tidak memperhitungkan secara akal sehat bahwa sebuah proses hukum yang lahir dari aksi massa yang bersifat menekan dan mengintervensi jalannya proses hukum pada akhirnya hanya membuahkan putusan bebas murni dari Majelis Hakim terhadap Terdakwa.
Sekiranya putusan bebas inilah yang terjadi maka pihak yang harus bertanggung jawab baik terhadap Ahok maupun rasa keadilan publik adalah kelompok penekan yang selama ini sudah dengan jelas menggunakan kekuatan massa menekan semua organ peradilan mulai dari Polda hingga Pengadilan Negeri Jakarta Utara dalam setiap persidangan.
Pada persidangan ke tujuh yaitu tanggal 17 Januari 2017, meskipun saksi yang akan diajukan berjumlah enam orang, namun Jaksa Penuntut Umum hanya bisa menghadirkan dua orang, itupun dengan kualitas keterangan dan pengetahuan yang sangat sangat minim sehingga tidak mendukung dakwaan Jaksa Penuntut Umum.
Seharusnya dengan kualitas saksi-saksi yang demikian minim, Jaksa Penuntut Umum patut dinilai telah gegabah menyatakan P.21, membuat Surat Dakwaan atas dasar bukti-bukti yang sumir dan lemah, kemudian melimpahkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Utara dengan segala kekurangan yang ada. Ini jelas memperlihatkan bahwa Jaksa Penuntut Umum berada dalam tekanan kekuatan massa.
Dalam situasi normal, seharusnya Jaksa Penuntut Umum segera mengembalikan BAP disertai dengan petunjuk untuk disempurnakan atau memilih bersikap mengeluarkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan.
Dengan kondisi demikian, maka Majelis Hakim nantinya tidak ada pilihan lain selain harus membebaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum, karena meskipun sudah tujuh kali sidang, namun belum ada satupun saksi fakta yang diperiksa dan didengar keterangannya memnuhi kualifikasi KHUAP.
Fakta-fakta yang terungkap di dalam persidangan justru membuktikan bahwa BAP hasil Penyelidikan dan Penyidikan bukanlah buah dari “due process of law”, tetapi hanya merupakan buah dari sikap anarkis pemaksaan kehendak massa karena kepentingan politik.
Dari kualitas dan kualifikasi saksi sebagaimana dipertontonkan dalam persidangan ini, sebetulnya Majelis Hakim sedang mengadili Berkas Hasil Pemeriksaan produk tekanan massa, sebagaimana terbukti dari mayoritas saksi yang sudah diajukan dan bahkan akan diajukan itu tidak memiliki pengetahuan dengan kadar yang sama yaitu sama-sama tidak tahu apa-apa tentang apa yang terjadi di Pulau Pramuka Kepulauan Seribu sebagai tempat kejadian perkara.
sumber:http://temanahok.info/
Namun demikian Jaksa Penuntut Umum masih belum bisa menghadirkan saksi-saksi fakta yang memenuhi syarat KUHAP terlebih-lebih saksi yang khusus memiliki pengetahuan tentang isi dari pokok dakwaan Jaksa, baik karena mendengar dan melihat sendiri maupun yang merasakan dan atau mengalami langsung peristiwa pidana yang didakwakan kepada Ahok.
baca juga:
Konflik Ormas, GMBI Bikin Petisi Minta FPI Dibubarkan, Setujukah anda ?Dengan kata lain Jaksa Penuntut Umum masih belum memperlihatkan upayanya secara maksimal untuk membuktikan peristiwa pidana penistaan agama yang terjadi sebagaimana yang sudah dirumuskan di dalam Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum.
Melihat irama percepatan proses penyelidikan dan penyidikan hingga Berkas Acara Pemeriksaan/BAP dilimpahkan ke Penuntutan Pengadilan hanya dalam hitungan waktu yang terlalu singkat.
Bahkan sangat tidak lazim untuk ukuran sebuah perkara yang menghebohkan karena menarik perhatian publik, apa lagi menghadapkan Ahok sebagai tersangka kemudian menjadi terdakwa.
Maka kita dapat melihat bagaimana hak-hak hukum Ahok untuk mendapatkan keadilan selama proses penyelidikan dan penyidikan terlalu banyak dinegasikan.
Terutama hak untuk mengajukan saksi yang menguntungkan ketika tahapan pemeriksaan dari penyelidikan diikuti dengan ditingkatkan tahapan pemeriksaan ke penyidikan disertai dengan ditetapkan statusnya sebagai tersangka.
Ini sebuah tahapan yang sudah dilangkahi oleh Penyelidik dan Penyidik.
Padahal pemberian status tersangka menurut KUHAP, baru akan diberikan setelah dilakukan penyidikan, sehingga upaya untuk mencari serta memgumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan siapa tersangkanya, tidak pernah dilakukan
Juga ketika beberapa saksi dan/atau ahli yang hendak diajukan untuk didengar guna memenuhi hak tersangka sesuai KUHAP telah dilewatkan begitu saja tanpa Basuki Tjahja Purnama dan Tim Penasehat Hukum berdaya untuk memenuhinya.
Berbagai hambatan juga muncul atau direkayasa sekedar untuk menghalang-halangi termasuk desakan aksi massa yang terus menekan Polri dan Kejaksaan agar segera membawa tersangka ke persidangan tanpa ada yang bisa mencegah sehingga tidak memberikan ruang dan waktu yang cukup.
Bukan saja bagi Ahok sebagai tersangka akan tetapi juga bagi Penyelidik atau Penyidik dan Jaksa untuk menyiapkan BAP secara memadai sesuai dengan KUHAP, akan berimplikasi kepada kebasahan proses dan hasil akhir dari persidangan perkara ini.
Banyak hal yang menyimpang telah terjadi dan dibiarkan berjalan, sekalipun sangat merugikan hak-hak tersangka dan hak publik untuk mendapatkan pendidikan hukum dalam sebuah proses hukum yang menarik perhatian publik secara luas.
Yang mengherankan adalah proses yang terjadi serba instan di Kepolisian dan Kejaksaan ketika status Ahok yang dulu masih sebagai Tersangka kini berubah total menjadi lamban, mengulur-ulur-ulur waktu atau waktu tersedia justru tidak diisi dengan pemeriksaan untuk mendengarkan saksi-saksi yang tidak memiliki kualifikasi saksi fakta menurut KUHAP.
Ini jelas sebuah by desain yang dilakukan untuk merugikan Ahok, Pilkada dan Demokrasi.
Kejanggalan lain dalam kasus ini adalah diakomodirnya permintaan Rizieq Shihab untuk diperiksa sebagai ahli agama.
Sementara Penyelidik dan Penyidik seharusnya tahu bahwa dengan kedudukan Rizieq Shihab sebagai pimpinan FPI sebagai Pelapor atau yang berkali-kali telah memgeluarkan statement bahwa Ahok telah menista agama Islam, mestinya dengan sikap Rizieq yang demikian, Penyelidik dan Penyidik bahkan kelak Majelis Hakim sama sekali tidak boleh mendengar keterangan Rizieq dalam kapasitas apapun.
Berdasarkan indikator-indikator dimana banyak hal substansial baik persoalan prosedural maupun esensi dari tujuan Hukum Acara Pidana yang mengatur tata cara mempertahankan Hukum Pidana Materil, yang selalu saling kait mengkait dan berimplikasi kepada keabsahan secara hukum setiap tindakan atau produk yang dihasilkan, maka dapat disimpulkan sementara bahwa hingga tujuh kali sidang dengan pemeriksaan enam orang saksi, Jaksa Penuntut Umum masih belum berhasil membuktikan Surat Dakwaannya, baik dakwaan primair maupun subsidiair.
Berbagai kelemahan dan kekurangan yang nampak membuktikan bahwa segala kekurangan dan ketimpangan yang ada adalah buah dari desakan aksi massa, buah dari tekanan massa yang sama sekali tidak memperhitungkan secara akal sehat bahwa sebuah proses hukum yang lahir dari aksi massa yang bersifat menekan dan mengintervensi jalannya proses hukum pada akhirnya hanya membuahkan putusan bebas murni dari Majelis Hakim terhadap Terdakwa.
Sekiranya putusan bebas inilah yang terjadi maka pihak yang harus bertanggung jawab baik terhadap Ahok maupun rasa keadilan publik adalah kelompok penekan yang selama ini sudah dengan jelas menggunakan kekuatan massa menekan semua organ peradilan mulai dari Polda hingga Pengadilan Negeri Jakarta Utara dalam setiap persidangan.
Pada persidangan ke tujuh yaitu tanggal 17 Januari 2017, meskipun saksi yang akan diajukan berjumlah enam orang, namun Jaksa Penuntut Umum hanya bisa menghadirkan dua orang, itupun dengan kualitas keterangan dan pengetahuan yang sangat sangat minim sehingga tidak mendukung dakwaan Jaksa Penuntut Umum.
Seharusnya dengan kualitas saksi-saksi yang demikian minim, Jaksa Penuntut Umum patut dinilai telah gegabah menyatakan P.21, membuat Surat Dakwaan atas dasar bukti-bukti yang sumir dan lemah, kemudian melimpahkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Utara dengan segala kekurangan yang ada. Ini jelas memperlihatkan bahwa Jaksa Penuntut Umum berada dalam tekanan kekuatan massa.
Dalam situasi normal, seharusnya Jaksa Penuntut Umum segera mengembalikan BAP disertai dengan petunjuk untuk disempurnakan atau memilih bersikap mengeluarkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan.
Dengan kondisi demikian, maka Majelis Hakim nantinya tidak ada pilihan lain selain harus membebaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum, karena meskipun sudah tujuh kali sidang, namun belum ada satupun saksi fakta yang diperiksa dan didengar keterangannya memnuhi kualifikasi KHUAP.
Fakta-fakta yang terungkap di dalam persidangan justru membuktikan bahwa BAP hasil Penyelidikan dan Penyidikan bukanlah buah dari “due process of law”, tetapi hanya merupakan buah dari sikap anarkis pemaksaan kehendak massa karena kepentingan politik.
Dari kualitas dan kualifikasi saksi sebagaimana dipertontonkan dalam persidangan ini, sebetulnya Majelis Hakim sedang mengadili Berkas Hasil Pemeriksaan produk tekanan massa, sebagaimana terbukti dari mayoritas saksi yang sudah diajukan dan bahkan akan diajukan itu tidak memiliki pengetahuan dengan kadar yang sama yaitu sama-sama tidak tahu apa-apa tentang apa yang terjadi di Pulau Pramuka Kepulauan Seribu sebagai tempat kejadian perkara.
sumber:http://temanahok.info/
0 Response to "Kualitas Saksi Fakta Rendah, Indikasi Ahok Akan bebas Dari Tuntutan,Karena tuhan tau bahwa orang-orang yang teraniaya pasti bakal mendapatkan keadilan setujukah ibu dan bapak....!!!!!"
Posting Komentar